Anak Berusia 5 Tahun Tewas di Kandang Kucing, Disiks4 Pakai Sendok P4n4s Lalu Disir4m Air Mend!d!h


 Orang tua di Singapura mengurungnya anak mereka di kandang kucing lalu menyiramnya dengan air panas hingga menyebabkan putra mereka tewas.
Azlin Arujunah dan Ridzuan Mega Abdul Rahman, keduanya berusia 27 tahun, menganiaya putra mereka di rumah mereka di Singapura tiga tahun lalu.
Putra mereka yang berusia 5 tahun tewas pada Oktober 2016 setelah disiram air panas yang menyebabkan luka bakar hingga 75 persen di tubuhnya.
Hakim Pengadilan Tinggi Singapura meminta pasangan itu untuk bersaksi tetapi keduanya mengatakan bahwa mereka tidak ingin melakukannya.
Melansir Strait Times, Rabu (27/11/2019) Eugene Thuraisingam, pengacara Rahman menyebut kliennya tidak ingin bersaksi di pengadilan sebagai keputusan strategis.
Foto/Strait Times
Pasangan ini sebelumnya mengakui tindakan pelecehan mereka kepada polisi. Namun Kedua terdakwa menyangkal pembunuhan dan persidangan masih berlanjut.

Satu-satunya saksi untuk yang dapat meringankan hukuman Rahman dan Arujunah adalah psikolog keduanya.
Dr Jacob Rajesh, psikolog Arujunah, membuat laporan tentang bahwa pasiennya menderita gangguan penyesuaian suasana hati atau mood disorder.
Sementara Dr Ken Ung mendiagnosis Rahman dengan deficit hyperactivity disorder (gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik saat anak-anak yang dapat bertahan hingga dewasa), hypnotic use disorder (gangguan penggunaan hipnotis) dan intermittent explosive disorder (gangguan ledakan amarah). 
Kasus ini sedang disidangkan di Pengadilan Tinggi Singapura.
Pada hari pertama persidangan, pengadilan mendengar bagaimana bocah lima tahun itu dikurung di kandang kucing dan disiksa dengan sendok dan tang yang dipanaskan selama berbulan-bulan sebelum dia meninggal.
Kematiannya disebabkan oleh pukulan di kepala dan siraman air panas yang melukai di punggung dan betisnya, kata jaksa penuntutGambar-gambar cedera bocah itu diperlihatkan di layar di pengadilan.
Bocah itu mengalami patah tulang di hidungnya dan memar di tungkai, kulit kepala dan bibir serta gusinya yang robek, kata ahli patologi.
Anak itu, yang belum disebutkan namanya karena perintah pengadilan, meninggal hanya sehari setelah ia dirawat di rumah sakit.
Sebuah keluarga asuh telah membawa anak laki-laki itu tak lama setelah kelahirannya pada 2011 tetapi ia kemudian kembali ke orang tua kandungnya pada 2015.
Singapura menjalankan hukuman mati bagi sejumlah pelanggaran termasuk pembunuhan. Jika terbukti bersalah, Arujunah dan Rahman dapat dieksekusi di tiang gantungan di penjara Changi.